SEPUTAR TAMAN WISATA GUNUNG MEJA MANOKWARI

TWA Gunung Meja

Status Kawasan
Ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam berdasarkan SK. Menteri Kehutanan Nomor SK.91/Menhut-II/2012, dengan luas ± 462,16 Ha.Peta Lokasi Lokasi & Aksesibilitasi
Kawasan TWA Gunung Meja merupakan salah satu kawasan konservasi dengan fungsi hidrologis yang berperan sebagai catchment area dan memenuhi kebutuhan air sebagian masyarakat Kota Manokwari.
Letaknya sangat strategis karena berada dekat dengan Wilayah kota Manokwari dan memiliki nilai keindahan alam yang artistik dan situs sejarah perang dunia II.

Secara administrasi TWA Gunung Meja terletak di Provinsi Papua Barat, Kabupaten Manokwari, Distrik Manokwari Timur dan Distrik Manokwari Barat, Kelurahan Manokwari Timur. Letak geografis Kawasan TWA Gunung Meja : 134 ° 03′ 17″ – 134 ° 04′ 05″ LS dan 0 ° 51′ 29″ – 0 ° 52′ 59″ BT.

Untuk menuju lokasi TWA Gunung Meja tidak sulit karena mempunyai aksesibilitas yang tinggi. Kebijakan pembangunan transportasi diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas antara ibu kota Kabupaten dengan daerah pedalaman sangat mendukung dalam mengakses di TWA Gunung Meja. Untuk mencapai lokasi TWA Gunung Meja dapat ditempuh melalui jalan darat, air dan udara. Jalur darat dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat dengan jarak 10 sampai 15 menit dari pusat Kota manokwari. Jalur air dapat menggunakan sarana pelayaran PT. Pelni dari berbagai daerah di Papua. Melalui udara dapat ditempuh dari bandar udara Rendani Manokwari yang berjarak sekitar 10 km dari kawasn TWA Gunung Meja.

Sejarah Kawasan

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

 

 
Larangan penebangan di Hutan Gunung Meja, perlindungan Kawasan Hutan Gunung Meja berawal sejak tahun 1950, saat Kepala Pemangkuan Hutan Manokwari mengeluarkan instruksi (larangan) melakukan penebangan di kawasan tersebut. Kemudian pada tahun 1953, Tim Kehutanan Pemerintah Hindia Belanda waktu berkunjung ke Kawasan Hutan Gunung Meja, bersepakat untuk mengusulkan 100 ha hutan primer dan 360 ha hutan sekunder pada kawasan tersebut sebagai hutan lindung dengan fungsi hidroorologi.

Pendaftaran Hutan Gunung Meja pada Ordonansi Perlindungan Tanah, selanjutnya pada tahun 1954. Pemerintah Hindia Belanda mendaftarkan kawasan Hutan Gunung Meja pada Ordonansi Perlindungan Tanah (Lembar Negara nomor 73 tahun 1954).

Pembayaran ganti rugi, pada tahun 1956 Kantor Agraria Manokwari, menindaklanjuti langkah ini dengan kegiat an pemetaan kawasan Hutan Gunung Meja. Pada tahun yang sama Kantor Boswezen di Manokwari melakukan pembayaran ganti rugi Hutan Lindung Gunung Meja kepada 6 orang masyarakat pemilik adat sebesar 3.075,- Golden Belanda (kwitansi pembayaran tanggal 18 Oktober 1956).

Penetapan sebagai hutan lindung hidrologis, kemudian pada tanggal 25 Mei 1957 Pemerintah Hindia Belanda menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Nederland Neuw Guinea nomor 158 menetapkan hasil pemetaan Kawasan Hutan Gunung Meja seluas 358,5 ha sebagai hutan lindung dengan fungsi hidrorologi.

Penetapan sebagai hutan lindung hidrologis, setelah beralih ke Pemerintah Republik Indonesia, pada tahun 1963 Gubernur Irian Barat memperluas kawasan Hutan Lindung Gunung Meja menjadi 460,5 ha (berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Irian Barat nomor 44/GIB/1963 tanggal 10 September 1963). Gagasan perluasan itu sendiri telah muncul sejak tahun 1958/1959, waktu masih dikelola oleh Kantor Boswezen Manokwari (Surat Kepala Dinas Pemangkuan Hutan Kabupaten Papua Barat kepada Kepala Seksi Pemangkuan Hutan nomor 1037/99 tanggal 1 Oktober 1959, tentang perluasan Gunung Meja).

Perubahan fungsi menjadi Hutan Wisata Alam, pada tahun 1980, Menteri Pertanian dengan pertimbangan dan rekomendasi dari Pemerintah Daerah antara lain kawasan hutan ini letaknya strategis dekat pusat kota Manokwari dan mudah dijangka u, memiliki nilai keindahan alam yang artistik dan situs sejarah perang dunia II, Menerbitkan Surat Keputusan nomor 19/Kpts/Um.1/1980 tanggal 12 Januari 1980, untuk menunjuk kawasan Hutan Gunung Meja seluas 500 ha (termasuk Hutan Lindung Gunung Meja) sebagai Kawasan Taman Wisata dengan nama Taman Wisata Gunung Meja. Kemudian pada tahun 1990, berdasarkan Undang-undang nomor 5 tahun 1990, nama Taman Wisata Gunung Meja berubah menjadi Taman Wisata Alam Gunung Meja.

Penataan batas, kemudian Balai Planologi Kehutanan VI Maluku-Papua menindaklanjuti Surat Keputusan Menteri Pertanian tersebut dengan melakukan pantaan batas kawasan pada tahun 1982. Hasil dari kegiatan penataan batas ini diperoleh luas definitif TWA Gunung Meja adalah 460,25 ha dengan panjang jalur batas kawasan 10,97 km dan telah dipasang pal batas yang terbuat dari beton bertulang sebanyak 240 buah.

Rekonstruksi batas, kemudian pada tahun 1990 Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Manokwari melakukan rekonstruksi batas dengan hasil luasan dan panjang jalur batas kawasan TWA Gunung Meja yang sama dengan hasil penataan batas.

Ganti rugi, untuk memantapkan status kawasan TWA Gunung Meja pada tahun 2001 dan 2002 Pemerintah Kabupaten Manokwari melakukan ganti rugi atas tanah kawasan TWA Gunung Meja kepada 64 (enam puluh) orang masyarakat pemegang hak ulayat yang terbagi dalam 7 (tujuh) kelompok sebesar 4.6 milyar. Kemudian pada tahun 2007 Balai Besar KSDA Papua Barat melakukan pemeliharaan jalur batas kawasan TWA Gunung Meja dan diketahui ada 19 pal batas (nomor 59, 61 – 65, 154, 162,176, 177, 191-193, 205,219, 220, 227, 228) telah hilang, dan ada beberapa bangunan yang masuk dalam kawasan.

Penyusunan rencana Pengelolaan oleh Tim Fasilitasi Perencanaan Multi Pihak, penyusunan rencana pengelolaan difasilitasi oleh NRM saat unit unit pengelola masih berstatus Balai KSDA Papua II.

Penetapan Kawasan TWA Gunung Meja, penetapan kawasan Gunung Meja sebagai Taman Wisata Alam Gunung Meja seluas 462,16 Ha sesuai Kepmenhut No. SK.91/Menhut-II/2012, tgl 3 Februari 2012.

Topologi
Kawasan yang berada pada ketinggian antara 16 – 210 m dpl dengan topografi lapangan bervariasi dari datar hingga bergelombang ringan ke arah timur dan bergelombang berat dari timur ke arah barat dengan puncak tertinggi (puncak Bonay) ±210 meter dpl. Sedangkan, pada sisi bagian selatan dan utara terdapat beberapa tempat yang tebing karang terjal dan lereng yang curam. Pada puncak terdapat daerah yang relief yang kecil hampir datar menyerupai permukaan meja.

Karena bentuk fisiograti lahan yang demikian, sehingga kawasan ini dinamakan Gunung Meja (Tafelberg). Fisiografi lahan dengan tebing karang terjal dan berteras pada sisi sebelah selatan ke barat laut kawasan merupakan wilayah penyebaran mata air.

Kondisi topografi areal TWA Gunung Meja memilik kelas lerengan datar (0-8%) sampai landai (8-15%).

Iklim
Kawasan Taman Wisata Gunung Meja tergolong dalam tipe iklim hutan hujan basah dicirikan oleh tingginya jumlah curah hujun tahunan tanpa ada perbedaan yang jelas antara musim penghujan dan musim kemarau.

Berdasarkan catatan Badan Badan Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Manokwari, suhu udara minimum di Kota Manokwari sekitar 26,8oC, dan suhu udara maksimum sekitar 33,0oC. Curah hujan tercatat 1.492 milimeter. Curah hujan cukup merata sepanjang tahun 2007. Tidak terdapat bulan tanpa hujan. Banyaknya hari hujan setiap bulan antara 7 – 27 hari, kelembaban udara rata-rata tercatat 82,8 persen.

Tipe Ekosistem
Hutan TWA Gunung Meja merupakan salah satu tipe hutan dataran rendah yang memiliki potensi flora dan fauna yang cukup beragam serta fisiografi wilayah yang unik. Pada awal peruntukan kawasan ini ditetapkan sebagai hutan lindung fungsi hidrologis. Pada tahun 1980, mengingat di dalam kawasaan TWA Gunung Meja terdapat situs peninggalan sejarah sehingga pengelolaannya diupayakan sebagai objek wisata alam.

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Setempat
Kawasan TWA Gunung Meja secara administratif berbatasan langsung dengan 4 wilayah kelurahan, yaitu Kelurahan Amban, Kelurahan Padarmi, Kelurahan Manokwari Timur dan Kelurahan Pasir Putih. Sampai tahun 2006. jumlah penduduk di keempat kelurahan tersebut adalah Jumlah Penduduk di Kelurahan Amban, Pasir Putih, Padarmi dan Manokwari Timur.

Dari keempat kelurahan tersebut, terdapat sembilan kampung yang berbatasan langsung atau berdekatan dengan kawasan, yaitu Ayambori, Aipiri, Anggori, Manggoapi, Fanindi, Brawijaya, Kampung Ambon Atas. Etnik yang bermukim pada kampung-kampung tersebut umumnya campuran etnik asli Manokwari dan etnik pendatang. Etnik penduduk asli terutama dari suku Mole, Hatam, Sough dan Meyakh. Sedangkan etnik pendatang atau urban umumnya berasal dari Sorong, Biak, Seruai serta pendatang dari luar, yaitu dari Makasar, Ambon, Buton Timur dan Sumatera.

Bentuk-bentuk interaksi yang terjadi di dalam dan di sekitar kawasan TWA Gunung Meja, adalah perladangan/kebun masayarakat, pengambilan kayu bakar, pengambilan hasil hutan kayu dan non kayu, perburuan, pengambilan tanah (top soil), pengambilan batu-batu; arang, pemukiman penduduk dan bangunan fisik lainnya.

Kawasan Gunung Meja berdasarkan filosofi budaya masyarakat Afrak, yaitu kelompok suku Hatam dan Suku Sough yang bermukim di sekitar kawasan, memandang Hutan Gunung Meja sebagai AYAMFOS yang artinya dapur hidup. Ayamfos yang berarti Hutan Gunung Meja baik berupa tanah, air dan hutan yang terkandung di dalam kawasan adalah sumber penghidupan masyarakat yang perlu dijaga, dilindungi dan dimanfaatkan secara baik oleh masyarakat dalam kehidupannya. Hutan Gunung Meja “Ayamfos” berfungsi sebagai tempat berkebun, sumber protein nabati dan hewani dalam pemenuhan kehidupan masyarakat sehari-hari, sumber air barsih bagi kehidupan masyarakat, tempat melakukan usaha-usaha ekonomi pertanian dan juga situs budaya “tanah larangan/tempat pamali bagi masyarakat.

Masyarakat yang bermukim di wilayah pemukiman Ayambori dan Fanindi sudah sangat paham akan pentingnya Hutan Gunung Meja sebagai sumber kehidupan mata air bagi kehidupannya. Berdasarkan Filosopi budaya dan sumber mata air, terutama daerah hulu merupakan “tanah larangan” atau tempat pamali yang tidak boleh dimasuki oleh masyarakat.

Perkembangan zaman dan juga kebutuhan lahan pertanian masyarakat urban di sekitar wilayah perkotaan menyebabkan kawasan ini telah dirambah, sehingga filosopi Hutan Gunung Meja telah terpolarisasi. Tanah larangan yang tidak boleh diganggu telah dimasuki oleh masyarakat luar, pengembangan dan pemanfaatan lahan secara berlebihan dilakukan secara besar-besaran. Hutan gunung Meja sebagai Ayamfos sudah mulai tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Apabila upaya penyelamatan kawasan tidak dilakukan dengan baik, maka Hutan Gunung Meja tidak akan menjadi “Ayamfos”. Hutan Gunung Meja tidak akan lagi memberikan penghidupan berupa sumber air dan hasil hutanya kepada masyarakat.

Potensi Fauna
Kawasan TWA Gunung Meja juga merupakan habitat yang potensial bagi kehidupan satwa liar. Menurut laporan Leppe D dan Tokede MJ. 2008. dikawasan TWA Gunung Meja dapat dijumpai 15 jenis dari 6 famili mamalia, 35 jenis burung (aves) dari 20 famili, 20 jenis herpetofaona (7 kadal, 3 ampibia, 9 jenis ular dan 1 jenis kura-kura).

Dari jumlah satwa yang dapat dijumapai di TWA Gunung Meja tersebut terdapat 24 jenis satwa yang merupakan pemahan daging/hewan (carnivora), 54 jenis merupakan pemakan tumbuhan (herbivora) dan 15 jenis merupakan pemakan serangga (insectifora)

Potensi Flora
Keadaan flora pada kawasan TWA Gunung Meja berdasarkan hasil penelusaran data dan informasi diketahui bahwa kawasan ini memiliki kekayaan flora yang cukup tinggi, dan 40 jenis diantaranya merupakan jenis yang penghasil buah-buahan yang dapat dikonsumsi/dimakan. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Papua dan Maluku membagi kekayaan flora di awasan TWA Gunung Meja dalam dua kelompok, yaitu kelompok tumbuhan berkayu (woody plant) dan kelompok tumbuhan bukan kayu (non woody plant) (Leppe D dan Tokede MJ. 2008).

Tegakan hutan tanaman tersebar bagian Barat kawasan TWA Gunung Meja dengan luas total 27 Ha dan rata-rata potensi tegakan 27,70 m3/Ha

Leppe D dan Tokede MJ. 2008. membedakan kelompok tumbuhan bukan kayu (non woody plant) menjadi 8 kelompok, yaitu palm dan rotan, anggrek, herbal, bambu, paku-pakuan, semak dan perdu, pandan dan liana. Dengan pengelompokan tersebut di kawasan TWA Gunung Meja dapat dijumpai 8 jenis palm, 3 jenis rotan, 26 jenis anggrek, 52 jenis herbal (18 rumput-rumputan, 16 herbal berpembuluh lunak dan 18 herbal berpembulum keras), 8 jenis bambu, 35 jenis paku-pakuan, 28 jenis semak dan perdu, 8 jenis kelompok pandan dan 41 kelompok liana.

Potensi Wisata
Nilai estetika kawasan TWA Gunung Meja terbentuk atas perpaduan antara posisi kawasan terhadap kota Manokwari, karakteristik fisiografi lahan, keanekaragaman dan keendemikan flora dan fauna serta nilai historis. Empat faktor tersebut bagi pemerhati dan pencinta alam adalah suatu keunikan yang mengandung nilai artistik alam yang penuh kerahasiaan dan keajaiban ciptaan Tuhan. Kota Manokwari memiliki keunggulan alami karena secara geografis mempunyai panorama keindahan alam yang unik. Terletak sepanjang pantai Teluk Doreri dan dihiasi dua pulau kecil “Pulau Lemon dan Mansinam” di depannya. Sedangkan pada belakang kota di pagari hijauan pepohonan, tebing yang terjal dan curam membentuk suatu gugusan bukit indah dan gagah perkasa yaitu Gunung Meja. Apabila kita memandang lebih jauh ke arah Selatan sampai Barat Daya membentang pegunungan afrak yang menjulang tinggi bagaikan raksasa penjaga/pelindung kota ini.

Beberapa potensi alam yang dapat dijadikan unggulan wisata di TWA Gunung Meja adalah:
Tugu Jepang Didalam kawasan TWA Gunung Meja terdapat suatu monumen bersejarah pada masa penjajahan Jepang. Monumen tersebut dikenal dengan nama Tugu Jepang. Tugu Jepang merupakan tugu peringatan pendaratan dan pendudukan tentara Jepang di Kabupaten Manokwari. Potensi situs ini menjadi daya tarik tersendiri bagi warga negara Jepang, karena memiliki sejarah bagi bangsa mereka.

Mata Air TWA Gunung Meja memiliki mata air yang cukup banyak dan tersebar di seluruh kawasan. Mata air yang ada dipergunakan oleh masyarakat dan PDAM Kabupaten Manokwari untuk keperluan sehari-hari. Menurut Basna (2007) terdapat 44 (empat puluh empat) mata air yang masih aktif digunakan oleh masyarakat, yaitu tujuh mata air dikelola oleh pihak pemerintah, satu mata air dikelola dan dimanfaatkan oleh Korem 1703 Manokwari dan tiga puluh enam dimanfaatkan oleh masyarakat.

Pemanfaatan air oleh masyarakat, ada yang sudah dibuat dengan baik dengan menggunakan bak dan ditarik menggunakan selang. Pasokan mata air Gunung Meja tersebut menyumbangkan 10,30% dari total pasokan sumber mata air yang dimanfaatkan oleh PDAM Manokwari.

Gua-gua kawasan TWA Gunung Meja memiliki ± 30 mata air berupa gua-gua dan mata air yang tersebar di dalam dan sekitar kawasan (Zieck, 1960). Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Manokwari melaporkan bahwa sebanyak 12 mata air yang dijadikan sumber pasokan air bagi masyarakat kota Manokwari dan 7 diantaranya terdapat di dalam dan sekitar TWA Gunung Meja. Mata air ini sebagian besar berada di kaki lereng sisi sebelah selatan kawasan.

Fasilitas Wisata
Sarana prasarana yang terdapat di kawasan TWA Gunung Meja yaitu:

  • 1 Unit Gapura
  • 1 Unit Kantor Pusat Informasi kawasan
  • 1 Unit Gazebo
  • Makam peninggalan perang dunia ke dua
  • Goa-goa Alam
  • Track Wisata (jalan aspal)

Jalur Interpretasi Wisata Alam
Penataan jalur interpretasi yang telah ada yaitu pengenalan potensi non hayati kawasan, pengenalan tumbuhan hias, pengamatan satwa (burung, mamalia, reptil), pendidikan lingkungan, penataan infrastruktur dan sarana wisata serta pendidikan Out Door.

Tinggalkan komentar